Jumat, 29 Januari 2016

...setia...

Malam ini Satnite, begitu remaja sekarang bilang. Malam minggu, malam bercumbu kasih, malam pengabdian bagi sebagian orang. Malam minggu malam yang sama dengan malam – malam lainnya. Cinta sepertinya enggan berkunjung ke lubuk hatiku, setelah terakhir aku memutuskan untuk sendiri. Entahlah, cinta yang salah atau aku yang salah kaprah. Di Bogor ini malam minggu selalu basah karena memang ini kota yang basah di Indonesia. Sepertinya air hujan sudah menjadi kawan setia kota ini. Dia si hujan yang setia, tak kenal senja tak kenal pagi atau satnite. Dia setia. Seperti setianya jingga pada senja, dan gelap pada malam. Kesetiaan yang abadi.

...coklat, dari kaka untuk adiknya yang coklat....

Coklat,
Kulitku yang coklat.
Coklat yang coklat dan manis.

Dalam hidupku tidak ada coklat terbaik di dunia ini selain coklat yang aku dapat dari susah payahnya kakak perempuanku menyisipkan uang jajan, yang hanya cukup untuk membeli dua buah coklat saja, yang salah satunya dia beli untukku. Saban pagi hanya demi membujukku mandi, atau membujukku keramas, dia menjanjikan coklat terbaik yang akan dia bawa saat dia pulang sekolah nanti. Dan aku tergiur dengan bujukkannya itu. Menanglah dia, memandikanku dan mengkramasiku sampai aku teriak-teriak karena dingin. Itulah coklat terbaik!!!.

Coklat yang dibalut kasih sayang dan kesabaran, rasanya luar biasa nikmat. Manis sedikit pahit ciri khas coklat terbaik dunia. Bagiku saat itu, saat usiaku belum genap di angka 6, hariku sangat indah. Saat teman-teman sebayaku tidak bisa makan coklat di siang hari, aku bisa makan coklat dengan lahap. Aku hafal betul jadwal kakak perempuanku pulang, dengan rok warna birunya dan tas nya yang sudah kumal, dia tampak cantik. Aku nantikan kedatangannya di ujung jalan gank menuju ke rumahku. Dari kejauhan dia sudah tersenyum, aku menanti coklat. 
Kadang coklat itu lumer di bungkusnya karena terik mentari siang yang memanggang kakaku di sepanjang jalan menuju rumah. Dia adalah atlit jalan santai terbaik saat itu, karena setiap dia harus beli coklat untukku atau harus membeli buku LKS baru, maka uang yang harusnya untuk bayar angkot dia simpan. Dan dia rela kakinya yang halus berubah gosong kering dan keras macam pemain bola, jalan kaki sejauh 5 km. Itulah perjuangan demi sebuah coklat yang dia beli untuk adiknya yang coklat.

Aku girang bukan kebayang mendapatkan coklat berbungkus kertas warna merah dan putih, bertuliskan Coklat Cap Jago.


Sampai saat ini aku bilang itu coklat terbaik yang dimiliki bangsa ini. 

...mozaik perahu kayu...

...entah dari mana aku harus memulai, seperti ada sebuah tekanan di bagian dadaku...mungkin rasa lelah atau mungkin sebuah rasa lain yang harus aku pertanyakan pada diriku sendiri.
...ada rasa dimana aku benar benar ingin menangis, ketika aku mencoba mengenang sebuah susunan mozaik hidup yang telah aku temukan, bahkan tak jelas akan menjadi gambar apa...
...diotakku berputar bahkan berebut tempat susunan kata yang ingin keluar untuk aku curahkan disini, seperti tentang cinta yang tak kunjung jelas, tentang hidup yang samar dan tak nampak, tentang segala perasaan yang begitu besar, bahkan mimpipun enggan tak peduli pada perebutan itu...mimpi tentang orang asing, sorebone, musim dingin, semi, gugur...bahkan ketika aku tak tahu akan dengan siapa aku melalui semua itu masih samar dalam hidupku...
...lagi – lagi itulah hidup kawan, tidak akan pernah ada yang merasa puas, dan aku akan tetap haus, haus, haus dan haus...
...aku haus pada jilatan-jilatan apik para fropesor, aku haus pada rangkaian-rangkaian cerdik para guru besar yang terangkum indah, aku haus pada berjuta – juta mimpi yang kadang berlari gesit untuk menghindar ketika aku akan menangkapnya, dan aku haus pada pengalaman dalam menemukan mozaik kehidupan...
...berkumpulah mimpi, bersiaplah berlari karena aku akan siap mengejar lebih cepat, lebih cepat, lebih cepat dari gerakanmu...